JAKARTA – Penyelam angkatan laut Indonesia pada hari Selasa (12 Januari) menemukan perekam data penerbangan Sriwijaya Air Boeing 737-500 yang jatuh ke Laut Jawa tak lama setelah lepas landas dari Jakarta pada hari Sabtu, menewaskan semua 62 orang di dalamnya.
Perangkat yang berisi data kunci seperti kecepatan udara dan ketinggian adalah salah satu dari dua kotak hitam yang akan memainkan peran kunci dalam penyelidikan kecelakaan udara. Perekam data penerbangan mencakup hingga 25 jam penerbangan, sementara perekam suara kokpit memonitor suara, termasuk percakapan antara pilot dan co-pilot.
Kepala militer, Marsekal Hadi Tjahjanto, mengatakan pada konferensi pers pada hari Selasa, hari keempat misi pencarian dan penyelamatan, bahwa upaya sedang dilakukan untuk memulihkan kotak hitam lainnya segera.
Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi Indonesia (KNKT) mengatakan pesawat naas itu tidak meledak atau pecah sebelum jatuh ke laut hanya beberapa menit setelah penerbangan.
Berdasarkan data lapangan, puing-puing ditemukan di area seluas 300m hingga 400m x 100m, kata kepala KNKT Soerjanto Tjahjono.
Dalam briefing yang disiarkan televisi tentang temuan awal komite, dia berkata: “Data tentang penyebaran puing-puing mengungkapkan bahwa dampaknya terjadi pada satu titik, atau sangat terlokalisasi. Ini menunjukkan bahwa ledakan atau kerusakan tidak terjadi sebelum tumbukan.”
Pesawat berangkat dari gerbang utama Indonesia, Bandara Internasional Soekarno-Hatta, di pinggiran Jakarta, dalam perjalanan ke Pontianak, ibukota provinsi Kalimantan Barat, pada sore hari.
Pesawat itu naik ke ketinggian 10.900 kaki empat menit setelah lepas landas, tetapi kemudian turun tajam selama 21 detik berikutnya, menurut situs web pelacakan penerbangan Flightradar24. Bagian terakhir dari data yang diterima dari pesawat adalah ketika mencapai 250 kaki di atas permukaan air.
Soerjanto mencatat bahwa data ini menunjukkan sistem pesawat berfungsi, dan dia menduga bahwa mesinnya masih beroperasi sebelum menabrak air.